Sabtu, 03 Januari 2015

Kepala Bernomor Terstruktur


Kepala Bernomor Terstruktur
A. PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING
Kepala bernomor terstruktur merupakan salah satu dari metode kooperatif learning yang merupakan pengembangan dari metode Number Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif itu sendiri bergantung pada kelompok-kelompok kecil si pebelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan bagian dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggota-anggotanya dapatbekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim menciptakan atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan (Karen L.Medsker and Kristina M. Holdsworth, 2001,h.287)
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang menggunakan ukuran kelompok yang berbeda-beda (Cohen, 1986; Johnson & Johnson, 1994; Kagan, 1992; Sharan & Sharan, 1992) Khas Cooperative Learning yaitu siswa ditempatkan dalam kelompok- kelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama yang baik dalam hal:
§ Bagaimana menjadi pendengar yang baik
§ Bagaimana memberi penjelasan yang baik.
§ Bagaimana cara mengajukan pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.
Aktivitas Cooperative Learning dapat memaikan banyak peran dalam pelajaran. Dalam pelajaran tertentu Cooperative Learning dapat digunakan 3 (tiga) tujuan berbeda yaitu: Dalam pelajaran tertentu siswa sebagai kelompok yang berupaya untuk menemukan sesuatu, kemudian setelah jam pelajaran habis siswa dapat bekerja sebagai kelompok-kelompok diskusi dan setelah itu siswa akan mendapat kesempatan bekerja sama untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai segala sesuatu yang telah dipelajarinya untuk persiapan kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok.
B. PENGELOMPOKAN
Demi kemudahan, guru ataupun pimpinan sekolah sering membagi siswa dalam kelompok kelompok homogen berdasarkan prestasi belajar mereka. Praktek ini dikenal dengan istilah ability grouping dan telah banyak disoroti oleh para pakar dan peneliti dewasa ini.
Ability grouping adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama. Praktek ini bias dilakukan pada pembagian kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah. Jadi, di dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa lemah. Atau ada kelas-kelas unggulan dan ada pula kelas kelas terbelakang di dalam satu sekolah. Praktek-praktek ini malah sering menjadi kebiasaan yang dibanggakan di beberapa sekolah unggulan di Indonesia maupun di luar negeri yang ingin menonjolkan kelas khusus mereka yang terdiri dari dari anakanak cerdas dan berbakat.
Pengelompokan homogen berdasarkan prestasi belajar sangat disukai karena tampaknya memang bermanfaat, yaitu:
  1. Pertama, pengelompokan cara ini sangat praktis dan mudah dilakukan secara administratif. Selanjutnya, pengelompokan homogen berdasorkon hasil prestasi dilakukan untuk memudahkan pengajaran. Guru memang menghadapi tantangan yang lebih besaor dalam rnengajar siswa yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok atau kelas. Jika mengajar terlalu cepat, Siswa yang lamban akan tertinggal. Sebaliknya, jika terialu lambat siswa cerdas akan bosan dan akhirnya mengabaikan atau mengacau kelas. Maka dari itu, pengelompokan homogen dianggap bisa menyelesaikan masalah pengajaran.
  2. Kedua, dengan hal tersebut di atas, beberapa sekolah dengan sengaja membuka kelas unggulan khusus. Kelas ini terdiri dari siswa-siswa cerdas dan berbakat. Kelas unggulan ini mendapatkan kurikulum plus dan nilai tambah dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya berupa pengajaran dan pelatihan tambahan. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah untuk menonjolkan keunggulan yang mereka miliki.
Dibalik segala manfaatnya, pengelompokan homogen ternyata mempunyai banyak dampak negatif. Para pakar dan peneliti pendidikan mulai menyoroti praktek ini dalam dekade terakhir dan menyarankan agar praktik ini tidak diteruskan lagi karena dampak-dampak negatifnya.
Yang pertama-tama, praktek ini jelas bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan kemampuan sama dengan memberikan cap atau label pada tiap-tiap peserta didik. Label ini bisa menjadi vonis yang diberikan terlalu dini, terutarna bagi peserta didik yang dimasukkan dalam kelompok yang kurang mampu. Padahal, penilaian guru pada saat membuat keputusan dalam pengelompokan belum tentu benar dan tidak mungkin bias mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya dan menyeluruh. Label ini juga bisa menjadi self- fulfilling prophecy (ramalan yang menjadi kenyataan). Karena dimasukkan dalam kelompok yang lemah, seorang siswa bisa merasa tidak mampu, patah semangat, dan tidak mau berusaha lagi.
Yang kedua, pakar pendidikan John Dewey mengatakan bahwa sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakat. Maka dari itu, sekolah atau ruang kelassejauh mungkin perlu mencerminkan keanekaragarnan dalam masyarakat. Dalam masyarakat, berbagai macam manusia dengan tingkatan kemampuan dan keterbatasan yang berbeda-beda saling berinteraksi, bersaing, dan bekerja sama. Selama masa pendidikan sekolah, seorang peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi kenyataan dalam masyarakat ini.
Menurut Scott Gordon dalam bukunya History and Philosophy of Social Science (1991), pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memper-
kaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi, dan berkembang.
Pengelompokan heterogenitas (kemacam-ragaman) merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran gotong royong. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosioekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelaiaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, duaorang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
C. KEPALA BERNOMOR TERSTRUKTUR
Teknik pembelajaran Numbered Heads Together Structure atau pembelajaran Kepala bernomor terstruktur merupakan pengembangan dari pembelajaran Numbered heads atau kepala bernomor. Pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Menurut Lie (1999), pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini dapat diberikan pada semua mata pelajaran dan pada berbagai tingkatan usia. Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian guru memanggil nomor dari siswa untuk melakukan presentase.
Menurut sumber http://learning-with-me.blogspot.com (2006), menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together Structure adalah sebagai berikut :
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya dalam kelompok.
Misanya: siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal, siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal, siswa nomor 3 bertugas mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya, jika diperlukan dapat dilakukan kerjasama antar kelompok, siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain.
4. Guru memanggil nomor siswa yang bertugas melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang sama dari kelompok lain.
Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas, Teknik Kepala Bernomor ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen. Artinya, siswa disuruh mengingat kelompok dan nomornya sepanjang caturwulan atau semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Misalnya, siswa nomor 1 bertugas mengumpulkan data kali ini, tapi akan disuruh melaporkan pada kesempatan yang lain.
Struktur Kepala Bernomor ini juga bisa dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok dengan cara yang efisien. Pada saat-saat tertentu, siswa bisa keluar dari kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain. Cara ini bias digunakan untuk mengurangikebosanan/kejenuhan jika guru mengelompokkan siswa secara permanen.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together Structure adalah sebagai berikut :
Kelebihan:
  • Memudahkan dalam pembagian tugas.
  • Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan sekelompoknya.
  • Bisa digunakan untuk semua mata pelajaran serta semua tingkatan usia anak didik.
  • Setiap siswa menjadi siap semua
  • Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
  • Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
§ Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama.
§ Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar